Halaman

Prayer Times : Jadwal Sholat

Sabtu, 12 Mei 2012

Korupsi yang semakin makin 'galak' menggerogoti kekayaan bangsa

Sumber : Suara Manado

Korupsi terus merajalela di Indonesia. Pada 2011 terdapat 436 kasus korupsi dengan jumlah tersangka 1.053 orang. Potensi kerugian negara akibat korupsi ini adalah Rp2,169 triliun. Yang menarik, kebanyakan pelaku korupsi ini memiliki latar belakang pegawai negeri sipil (PNS).

Tersangka berlatar belakang pegawai negeri menempati urutan teratas dengan jumlah 239 orang. Diikuti oleh direktur atau pimpinan perusahaan swasta dengan 190 orang, serta anggota DPR/DPRD berjumlah 99 orang.
Korupsi ternyata bukan monopoli elite partai atau penguasa. Di negeri ini semangat mencuri uang negara telah dipraktikkan generasi muda di kalangan birokrasi. Telah terjadi regenerasi koruptor.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan baru-baru ini menemukan sekitar 1.800 rekening bernilai puluhan hingga ratusan miliar rupiah milik PNS. Para pemilik rekening itu berusia sangat muda, yakni antara 28 hingga 38 tahun. Dalam kepangkatan, mereka ialah para pegawai golongan II hingga IV.

Tentu sangat sulit menemukan logika untuk memahami bagaimana seorang PNS yang berpenghasilan maksimal Rp12 juta bisa memiliki simpanan di bank puluhan hingga ratusan miliar rupiah. Namun, itulah fakta yang menurut pelacakan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sudah berlangsung sejak 2006.
Tidak hanya di pusat, fenomena itu juga terjadi di seluruh Indonesia dan banyak dilakukan bendaharawan proyek APBN dan APBD. Modusnya ialah para bendaharawan proyek itu mentransfer uang negara ke rekening pribadi, bahkan ke rekening istri dan anak-anak mereka.
Transfer biasanya dilakukan menjelang berakhirnya tahun anggaran, yakni pada tanggal belasan di bulan Desember. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Abubakar menjelaskan uang miliaran rupiah dalam rekening PNS merupakan titipan proyek kementerian untuk mencegah pemotongan anggaran di tahun berikutnya.
Apa pun alasan di balik pemindahan itu, jelas telah terjadi penyalahgunaan. Tidak ada aturan yang membenarkan menyimpan uang negara di dalam rekening pribadi. Penyimpanan seperti itu adalah tindakan kriminal.
Dalam hal ini, PPATK tidak boleh setengah-setengah menindaklanjuti temuan itu. Mereka seharusnya segera menyerahkan data rekening yang mencurigakan kepada aparatur penegak hukum, termasuk KPK.
Kepolisian, kejaksaan, apalagi KPK, harus menggunakan asas pembuktian terbalik dalam mengusut rekening-rekening PNS muda yang mencurigakan itu. Mereka layak diperiksa dan diminta membuktikan asal usul uang dalam rekening mereka. Bila kepemilikan tidak bisa dibuktikan asal usulnya secara sah dan fair, uang harus disita untuk negara.
Apalagi Indonesia memiliki undang-undang tentang pencucian uang, yang jarang dipakai aparatur penegak hukum dalam menjerat koruptor. Menurut undang-undang itu, siapa saja yang menerima aliran dana dari seorang koruptor harus dihukum. Bila undang-undang itu dipakai, akan banyak sekali yang masuk penjara.
Menggunakan undang-undang pencucian uang harus menjadi senjata bagi pimpinan KPK yang baru untuk memberantas korupsi yang makin mewabah. Dengan undang-undang itu, para politikus yang kecipratan uang dari tersangka korupsi harus masuk bui.
Menurut peneliti ICW, Agus Sunaryanto, hal ini konsisten dengan yang terjadi pada 2010, meskipun jumlahnya untuk tahun ini menurun. Di 2010 ada 336 PNS yang terlibat kasus korupsi.
Temuan ini mengkonfirmasi penelusuran PPATK tentang maraknya rekening gendut PNS muda di berbagai daerah. Hal ini, menunjukkan kegagalan pengawas internal pemerintah pusat dan daerah seperti Bawasda dan Irjen dalam mengantisipasi berbagai bentuk penyimpangan.
Terpilihnya pemimpin baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyimpan optimisme sekaligus pesimisme. Optimisme muncul karena terpilihnya Abraham Samad sebagai Ketua KPK merupakan kemenangan fraksi-fraksi di DPR yang menginginkan pengusutan tuntas perkara bailout Bank Century, dugaan korupsi proyek Hambalang, serta korupsi Wisma Atlet.
Melihat korupsi yang marak itu, KPK, kejaksaan dan kepolisian harus bertindak lebih galak ! Jika tidak, maka koruptor bakal kian bebas bergerak, dan negeri bisa kita rusak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar